TEMUANRAKYAT, OPINI – Tanpa mengurangi rasa hormat dan sumringah atas kemenangan Indonesia melawan Bahrain dalam ajang sepak bola yang berlangsung di Gelora Bung Karno (GBK) sehingga menciptakan euforia terhadap masyarakat, pun orang-orang di pemerintahan.
Keberhasilan itu seakan membuat negara sedang ayem dan baik-baik saja melihat Prabowo masuk ke lapangan ikut merayakan kemenangan dengan para pemain.
Yuk! Kita lihat lagi sekarang kebobrokan negara yang sedang terluka akibat pengesahan RUU TNI atau bisa disebut dwifungsi ABRI. Belum tau asli siapa yang ngotot mengusulkan undang-undang tersebut, karena para elite politik masih bersembunyi di balik kepompong pengecutnya. Apakah Presiden sebagai mantan militer atau akal Puan dan jajarannya yang mungkin tau keresahan rakyat.
Entah lah!!! Salah satu pejabat pernah mengatakan seusai disahkan RUU TNI: “sebaiknya kita lihat saja kedepannya, kekhawatiran masyarakat tidak akan terjadi” jaminannya apa? kenapa hal yang sudah jelas menciderai sipil harus bohong?. Mari kita simak apa itu dwifungsi ABRI, siapa tahu presiden dan wakil rakyat belum mempelajari.
Dwifungsi ABRI dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Fungsi rangkap yang dijalankan ABRI pada masa orde baru, yaitu sebagai kekuatan pertahanan, keamanan, dan sebagai kekuatan sosial.
Sederhananya, ABRI dapat merangkap pekerjaan lainnya, termasuk dunia politik. Seperti pada masa orde baru, di mana kriminalitas sangat tinggi ketika masyarakat menentang undang-undang yang kontradiksi dalam sistem negara demokrasi.Masyarakat sering mengungkapkan “kesalahan masa lalu jadikan pelajaran” namun beda dengan pemerintah sekarang.
Dapat diketahui bersama yaitu pada masa pemerintahan Soeharto militer sangat mendominasi sehingga melahirkan reformasi besar-besaran, dikarenakan banyak kriminalitas dan pembunuhan hanya menyuarakan keserakahan pemerintah masa itu. Turunlah Soeharto dari kursi ke presidenan dan militer kembali ke fitrahnya sebagai pertahanan negara.
Dari beberapa literatur membahas tentang militer dan politik, banyak sekali penolakan sebab itu akan menghilangkan profesionalitas dalam mempertahankan negara, serta penyelundupan ilegal akan marak dikarenakan militer menjadi beking, akibatnya dari hal tersebut dapat merusak tatanan masyarakat.
Masyarakat sering mengungkapkan “kesalahan masa lalu jadikan pelajaran” namun beda dengan pemerintah sekarang. Dapat diketahui bersama yaitu pada masa pemerintahan Soeharto militer sangat mendominasi sehingga melahirkan reformasi besar-besaran, dikarenakan banyak kriminalitas dan pembunuhan hanya menyuarakan keserakahan pemerintah masa itu. Turunlah Soeharto dari kursi ke presidenan dan militer kembali ke fitrahnya sebagai pertahanan negara.
Dari beberapa literatur membahas tentang militer dan politik, banyak sekali penolakan sebab itu akan menghilangkan profesionalitas dalam mempertahankan negara, serta penyelundupan ilegal akan marak dikarenakan militer menjadi beking, akibatnya dari hal tersebut dapat merusak tatanan masyarakat.Bukan hanya itu, dari salah satu literatur skripsi “Militer dan Kekuatan Politik:” menerangkan bahwa pola pikir militer tidak seperti dengan masyarakat pada umumnya, tidak dapat menggunakan dialektika sebagai jalan keluar. Montesquieu, pemikir demokrasi yang kesohor menekankan bahwa kekuasaan militer tidak boleh disatukan dengan kekuasaan legislatif atau eksekutif.
Bukan hanya itu, dari salah satu literatur skripsi “Militer dan Kekuatan Politik:” menerangkan bahwa pola pikir militer tidak seperti dengan masyarakat pada umumnya, tidak dapat menggunakan dialektika sebagai jalan keluar. Montesquieu, pemikir demokrasi yang kesohor menekankan bahwa kekuasaan militer tidak boleh disatukan dengan kekuasaan legislatif atau eksekutif.
Dalam bukunya The Spirit of the Laws, Montesquieu memperingatkan bahwa jika militer terlalu berkuasa, itu dapat mengancam kebebasan rakyat.Oleh karena itu, sebagai masyarakat demokrasi seharusnya kita menolak terhadap UU TNI/ABRI yang telah di sahkan, dengan tujuan tetap menjaga keamanan serta damai dalam menjaga ketentraman rakyat.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat demokrasi seharusnya kita menolak terhadap UU TNI/ABRI yang telah di sahkan, dengan tujuan tetap menjaga keamanan serta damai dalam menjaga ketentraman rakyat.
*Penulis adalah Riskiyullah, Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Aktif di berbagai organisasi baik external dan internal kampus.