Temuanrakyat.com, Jakarta – Kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) sejak awal April 2025 memicu kekhawatiran mendalam di Indonesia. Tarif tambahan sebesar 32% yang dikenakan pada produk ekspor Indonesia, terutama dari sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik, berpotensi mengancam ribuan lapangan kerja dan memperburuk kondisi ekonomi nasional.
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center for Economic and Law Studies (Celios), penurunan ekspor akibat tarif ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp164 triliun (sekitar USD 2,75 miliar). Ia menambahkan bahwa sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja muda dan berpendidikan rendah akan menjadi yang paling terdampak.
Data dari Institute for Economic and Social Research (LPEM) menunjukkan bahwa industri tekstil dan alas kaki, yang merupakan tulang punggung ekspor manufaktur Indonesia, menghadapi risiko tinggi terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK). Sektor-sektor ini tidak hanya menyumbang signifikan terhadap ekspor, tetapi juga menyerap banyak tenaga kerja, terutama yang berpendidikan rendah dan bekerja secara informal.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif ini. Wakil Menteri Perdagangan, Dyah Roro Esti Widya Putri, menyatakan bahwa strategi pemerintah fokus pada perlindungan industri padat karya melalui diplomasi, solidaritas regional, dan diversifikasi pasar. Presiden Prabowo Subianto juga telah mengarahkan kabinetnya untuk mengadopsi strategi yang menekankan diplomasi dan dialog terbuka dengan AS guna menghindari eskalasi ketegangan perdagangan di masa depan.
Selain itu, pemerintah sedang mempertimbangkan stimulus ekonomi untuk mendukung sektor-sektor yang terdampak, termasuk subsidi dan keringanan pajak bagi industri padat karya. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi lapangan kerja di tengah tantangan perdagangan global yang semakin kompleks.
Sementara itu, para pelaku industri dan pekerja berharap pemerintah dapat segera menemukan solusi yang efektif untuk mengatasi dampak dari kebijakan tarif resiprokal AS ini. Mereka juga menyerukan perlunya diversifikasi pasar ekspor dan peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global.
—