Menu

Mode Gelap
 

Daerah · 25 Sep 2025 15:02 WIB ·

MCF 2025 Sumenep di Tengah Kontroversi: Aliansi Mahasiswa Giliraja Tuntut Transparansi Anggaran


 MCF 2025 Sumenep di Tengah Kontroversi: Aliansi Mahasiswa Giliraja Tuntut Transparansi Anggaran Perbesar

TEMUANRAKYAT, SUMENEP – Madura Culture Festival (MCF) 2025 di Sumenep telah menjadi sorotan publik. Festival ini seharusnya menjadi ajang untuk merayakan dan melestarikan budaya lokal, tetapi kenyataannya malah diwarnai oleh kontroversi terkait penggunaan anggaran daerah yang dianggap boros. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, sebelumnya telah mengeluarkan imbauan agar pemerintah daerah menunda kegiatan seremonial yang berpotensi menguras anggaran.

Namun, Pemkab Sumenep tetap melanjutkan festival ini, menghabiskan hingga Rp310 juta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh hanya mencapai Rp4,9 juta. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah MCF benar-benar berfungsi sebagai perayaan budaya, atau justru menjadi ajang pemborosan?

Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara tujuan pelaksanaan festival dan realitas penggunaan anggaran. Di tengah krisis keuangan yang mungkin dihadapi oleh banyak daerah, penggunaan dana publik seharusnya dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Banyak kalangan, termasuk mahasiswa dan masyarakat sipil, mempertanyakan seberapa efektif festival ini dalam meningkatkan kesadaran budaya dan kontribusi ekonomi lokal.

Mereka berargumen bahwa alokasi dana yang besar seharusnya lebih diarahkan untuk program-program yang lebih memiliki dampak jangka panjang, seperti pelatihan seni dan budaya, pengembangan komunitas, dan program pemberdayaan ekonomi lokal.

Moh. Helmi Kabid Intelektual Aliansi Mahasiswa Giliraja (AMG) memberikan kritik yang konstruktif dan mendorong transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Dalam pandangan Masyarakat, MCF tidak hanya sekadar acara seremonial, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai dan identitas budaya Sumenep. Namun, jika festival ini hanya menjadi ajang hura-hura dan mengabaikan substansi budaya, maka tidak ada gunanya menghabiskan anggaran yang besar. Mereka berpendapat bahwa festival seharusnya membawa dampak positif, bukan hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi pelestarian budaya itu sendiri.

Helmi menegaskan perlu ada solusi yang logis dan sistematis. Pertama, transparansi anggaran harus menjadi prioritas utama. Pemkab Sumenep perlu membuka akses informasi terkait penggunaan anggaran untuk MCF 2025. Dengan transparansi, masyarakat dapat melihat rincian pengeluaran dan pemasukan, serta mengevaluasi efektivitas acara tersebut, tegas Helmi kepada temuan rakyat (25/9/25).

Hal ini juga akan meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah dan membangun kepercayaan publik. Keterbukaan informasi adalah langkah awal menuju pengelolaan anggaran yang lebih baik, di mana masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengawasan dan evaluasi, imbuhnya.

Kedua, evaluasi kegiatan menjadi langkah penting selanjutnya. Aliansi Mahasiswa Giliraja dan pihak-pihak terkait harus dilibatkan dalam evaluasi kegiatan festival. Ini dapat dilakukan melalui forum diskusi atau kajian akademis yang melibatkan mahasiswa dan ahli budaya, untuk menilai apakah festival ini memenuhi tujuannya sebagai perayaan budaya.

Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan evaluasi yang dilakukan akan lebih komprehensif dan objektif. Hal ini juga membuka ruang bagi masukan dan saran dari masyarakat, sehingga kedepannya festival dapat lebih baik dan lebih sesuai dengan harapan masyarakat.

Selanjutnya, pengelolaan sumber daya yang efisien juga sangat penting. Pemkab Sumenep perlu mengoptimalkan penggunaan anggaran dengan merencanakan kegiatan yang lebih berfokus pada pelestarian budaya. Misalnya, daripada hanya menggelar konser musik yang memerlukan biaya besar, festival dapat mencakup lokakarya, seminar, atau pertunjukan seni tradisional yang tidak memerlukan biaya tinggi.

Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya lebih relevan dengan tujuan festival, tetapi juga dapat melibatkan lebih banyak masyarakat lokal. Dengan cara ini, festival dapat menjadi sarana edukasi sekaligus hiburan, menciptakan pengalaman yang lebih bermakna bagi semua pihak yang terlibat.

“Selain itu, pemkab juga perlu mencari alternatif sumber pendanaan untuk festival. Pemkab Sumenep dapat mencari sponsor atau kerjasama dengan pihak swasta untuk mendanai festival, sehingga beban anggaran daerah dapat diminimalisir. Hal ini tidak hanya akan mengurangi tekanan pada APBD, tetapi juga dapat membuka peluang untuk menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Dengan strategi ini, festival dapat berlangsung tanpa harus mengorbankan anggaran publik yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak,” Tegas Helmi.

Terakhir, pelaporan hasil dari festival juga sangat penting. Setelah festival, penting untuk menyusun laporan yang menjelaskan hasil dan dampak MCF 2025, termasuk feedback dari masyarakat dan peserta. Laporan ini harus dipublikasikan secara terbuka, sehingga masyarakat dapat melihat hasil dari investasi yang dilakukan.

Hal ini akan membantu dalam perencanaan acara di masa depan dan memastikan bahwa kegiatan tersebut benar-benar menguntungkan bagi masyarakat. Selain itu, laporan yang baik dapat menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan di tahun-tahun mendatang, sehingga festival dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Dengan mengimplementasikan solusi-solusi ini, diharapkan MCF 2025 dapat berfungsi sebagai ajang yang tidak hanya merayakan budaya, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Sumenep. Festival ini harus mampu menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran budaya, memperkuat identitas lokal, dan memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi daerah.

Semua langkah ini tentunya memerlukan komitmen dan kerjasama dari semua pihak. Hanya dengan sinergi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan mahasiswa, MCF 2025 dapat berjalan dengan sukses, menjadi ajang yang tidak hanya merayakan budaya, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk pelestarian budaya dan pengembangan masyarakat di masa depan.

Dengan demikian, MCF akan menjadi lebih dari sekadar festival; ia akan menjadi simbol kebangkitan budaya dan identitas lokal yang seharusnya menjadi kebanggaan bagi seluruh masyarakat Sumenep. “Kami menuntut tranparansi anggaran dari Pemkab Sumenep. Kami berkomitmen apapun untuk masyarakat akan kami perjuangkan,” Pungkasnya.

Artikel ini telah dibaca 18 kali

badge-check

Jurnalis

Baca Lainnya

PPL UIN Madura Resmi Ditutup, Mahasiswa IAT Tinggalkan Jejak Qur’ani Lewat Qira’ah Sab’ah

3 Oktober 2025 - 21:46 WIB

Heboh! Warga Proppo Pamekasan Temukan Bayi Perempuan Dibungkus Kardus

3 Oktober 2025 - 18:34 WIB

Aliansi Mahasiswa Gili Raja Soroti Penanganan Dugaan Korupsi Pokir DPRD Sumenep

23 September 2025 - 21:23 WIB

Ferdiansyah Apresiasi Langkah Willy Aditya, Dukung Pembentukan Badan Otorita Pengembangan Madura

12 September 2025 - 13:50 WIB

Mahasiswa UNIJA Go Internasional! Jadi Duta Akademik dan Budaya di Malaysia

8 September 2025 - 16:42 WIB

Panderejo Bersholawat 2025: Ribuan Warga Kompak Meriahkan Jalan Sehat dan Maulid Nabi

1 September 2025 - 23:36 WIB

Trending di Daerah