TEMUANRAKYAT, JAKARTA – Di tengah sorotan publik terhadap gaya hidup pejabat tinggi negara, sosok Irjen Pol Hudit Wahyudi tampil sebagai pengecualian yang menyejukkan. Jenderal bintang dua yang kini menjabat sebagai Dosen Utama Tingkat I di Akademi Kepolisian (Akpol) ini dikenal luas karena kesederhanaannya. Tidak menggunakan ajudan, tidak bergantung pada sopir pribadi bahkan untuk tugas-tugas luar kota sekalipun.
Jenderal hudit sering menggunakan kendaraan umum seperti kereta dan aplikasi online untuk bepergian bahkan pernah berkendara sendiri dari Semarang ke Surabaya untuk menjalankan tugas
Setiap pekan, Irjen Hudit menaiki kendaraan daring menuju Stasiun Gambir, lalu melanjutkan perjalanan ke Semarang menggunakan kereta api. Di kota itu, ia bertugas sebagai pengajar senior bagi para calon perwira muda Polri. Ketika ditanya media tentang pilihannya yang tidak lazim untuk pejabat sekelasnya, Irjen Hudit menjawab dengan tenang dan tulus:
“Saya masih sehat, masih bisa menyetir sendiri. Selama bisa mandiri, mengapa harus bergantung pada orang lain?” ujar Irjen pol Hudit kepada temuan rakyat dalam keterangan tertulisnya (6/6/2025).
“Lagipula, sebagai polisi, tugas utama saya adalah melayani rakyat. Maka saya merasa lebih pas menyebut diri saya ini ajudan rakyat. Kalau sudah ajudan ya gak butuh supir pribadi dan ajudan” tambahnya sambil tersenyum.
Kesederhanaan itu bukan pencitraan. Irjen Hudit sudah lama dikenal di kalangan koleganya sebagai sosok yang rendah hati, tidak silau oleh pangkat, dan tidak pernah menjaga jarak dengan bawahan.
Irjen pol Hudit Dimata Rekan Sejawatnya
“Beliau itu jenderal, tapi gayanya seperti perwira muda. Ringan tangan, tidak suka minta dilayani, bahkan sering menolak dikawal. Kami yang lebih muda sering malu sendiri melihat kesederhanaannya,” ujar Kombes Andi Sofyan mantan anak buahnya di Lemdiklat.Hal senada disampaikan oleh AKBP Okven Nainggolan yang pernah bekerja satu tim saat Hudit menjabat di pusat pendidikan Polri “Pak Hudit tidak hanya sederhana, tapi juga sangat humanis. Dia tidak pernah membeda-bedakan siapa pun. Dari tukang kebun sampai perwira, semua disapa dengan ramah. Itu membuat orang segan bukan karena pangkatnya, tapi karena kepribadiannya.”
Ipda Edi Setyawan Mantan Siswa SIP Angkatan 50 juga mengomentari sosok Irjen Hudit Wahyudi, “Pak Hudit pernah mengajar saya di saat pendidikan di SIP. Yang paling saya ingat adalah kalimatnya: ‘Kalau kamu mau dihormati, jangan pakai pangkatmu. Pakailah hatimu.’ Itu tertanam sampai sekarang.”
Keteladanan yang Membumi
Sikap membumi Irjen Hudit menjadi teladan tersendiri di tubuh Polri. Di saat banyak yang merasa jabatan tinggi adalah alasan untuk dilayani, ia justru menunjukkan bahwa pelayanan adalah inti dari pengabdian bukan hanya slogan.
“Yang membuat pangkat itu berarti bukan simbol di pundak, tapi bagaimana kita menjalaninya untuk kebaikan orang banyak,” kata Irjen Hudit, merendah.
“Pangkat itu amanah, bukan hak istimewa. Justru semakin tinggi jabatan, harus semakin dekat dengan rakyat dan anggota,” ucapnya dalam salah satu sesi pembekalan kepada siswa Akpol.
Dengan tutur yang rendah hati, kebiasaan hidup sederhana, dan konsistensi dalam bertindak, Irjen Pol Hudit Wahyudi menjadi sosok jenderal yang tidak hanya dihormati karena pangkatnya, tetapi dicintai karena ketulusannya.
“Orang mungkin lupa jabatan kita, tapi tidak akan lupa cara kita memperlakukan mereka,” tuturnya dengan nada tenang.
Kini, di tengah tugasnya mendidik para taruna Akpol, Irjen Hudit terus menanamkan nilai-nilai kejujuran, pelayanan, dan kesederhanaan nilai yang ia praktikkan sendiri setiap hari.