TEMUANRAKYAT, OPINI – Kemunculan berbagai macam organisasi di Indonesia membuat orang-orang di dalamnya menjadi semakin memiliki perasaan cinta kenegaraan, karena dengan satu visi dan misi, beberapa orang tersebut meyakini bahwa apa yang mereka lakukan dapat menciptakan keharmonisan serta kesatuan bagi negara.
Dari berbagai macam organisasi yang ada di Indonesia, salah satunya adalah organisasi kemasyarakatan yang muncul seiring dengan timbulnya organsiasi masyarakat sipil (civil society) yang dapat kita tarik dari akar sejarah perkembangannya mulai dari seorang filsuf dan pujangga Romawi Kuno, Cicero. Di indonesia, civil society adalah sebuah konsep yang masih relevan dibahas hingga kini.
Istilah ini memiliki banyak makna yang mirip tetapi berasal dari tokoh-tokoh yang berbeda. Seperti “masyarakat madani” yang dipopulerkan oleh Nurcholish Madjid, Anwar Ibrahim dan lainnya, adalah sebuah istilah yang mengacu pada kehidupan sosial yang terorganisir yang menggabungkan atribut seperti kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating), keswadayaan (self supporting), dan kemandirian. Masyarakat madani memberikan ruang bagi individu dan kelompok untuk berinteraksi dengan toleransi dan berpartisipasi dalam kebijakan publik.
Ini penting untuk mengurangi konflik dan mengatasi masalah ekonomi serta sosial yang selaras dengan cita-cita Indonesia. Konsep civil society dan nilai demokrasi saling terkait dengan kerjasama antara warga dan negara utuk membangun solidaritas kemanusiaan non-pemerintah demi kebaikan bersama.
Civil society dianggap sebagai dasar bagi perkembangan demokrasi; jika civil society kuat, demokrasi akan berkembang baik, dan sebaliknya. Di Indonesia, civil society berperan dalam berbagai masalah, termasuk advokasi yang mempengaruhi kebijakan publik melalui kritik dan mediasi.
Indonesia dengan negara seribu keunikannya tidak luput dari persoalan-persoalan yang unik pula, maka tidak heran jika setiap hari akan ada berita baru yang muncul di media sosial hingga di televisi, salah satunya berita mengenai Ormas. Organisasi Masyarakat atau sering kita sebut Ormas adalah hal yang tidak bisa terpisahkan dari dinamika sosial di Indonesia.
Ormas yang semula diartikan sebagai organisasi masyarakat yang didirikan secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila kini telah berubah artinya, seakan Ormas didirikan hanya untuk memperkaya diri dan menafkahi sebagian keluarga saja tanpa adanya tujuan-tujuan baik yang dihasilkan untuk masyarakat sekitar, atau Ormas kini telah keluar dari visi dan misi yang seharusnya dijalankan bersama dan untuk kebaikan bersama.
Jika kita lihat dari tujuannya, ormas memiliki tujuan-tujuan yang di dalamnya berisikan keterkaitannya dengan masyarakat dan lingkungan, seperti: meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat; memberikan pelayanan kepada masyarakat; menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat; melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup; mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat; menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan mewujudkan tujuan negara. Dari beberapa tujuan tersebut bisa kita lihat betapa dekatnya Ormas dengan lingkungan dan betapa bergunanya Ormas dalam membantu merukunkan antar masyarakat.
Rasa kekecewaan mungkin sudah banyak timbul di masyarakat karena keresahan mereka kepada Ormas yang semakin ngawur dalam berorganisasi, contoh kecilnya adalah mereka kerap memanfaatkan satu momentum untuk sekedar mencari uang rokok dan kopi.
Seperti berita yang beredar sepekan belakangan, karena waktu sudah semakin mendekati Hari Raya Idul Fitri, diduga beberapa Ormas di berbagai wilayah melakukan pengiriman surat yang berisikan permohonan pemberian THR (Tunjangan Hari Raya) kepada berbagai pihak yang dianggap mampu, mulai dari perusahaan-perusahaan menengah ke atas, pabrik-pabrik besar maupun kecil, hingga yayasan pendidikan. Surat ini begitu cepat beredar di sosial media dan mendapatkan tanggapan yang tidak baik di dalamnya. Tentunya praktik-praktik seperti ini sering dianggap sebagai pemerasan bagi mereka yang mendapati surat itu, sebab jika permintaan itu tidak terkabulkan maka tidak jarang juga mereka yang menganggap dirinya sebagai bagian dari Ormas tersebut mengirimkan kalimat-kalimat ancaman serta mengintimidasi pihak yang bersangkutan, karena mereka kerap membungkusnya dengan kalimat “penjagaan keamanan” yang justru dengan praktik mereka seperti itu malah membuat “ketidak nyamanan” bagi pengusaha dan karyawan, yang selanjutnya dampak dari praktik ini adalah dapat menurunkan produktivitas dan kualitas kerja, terlebih masyarakat sekitar.
Dilansir pada laman KOMPAS, berita mengenai tanggapan yang disampaikan oleh Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu yang mengatakan bahwa dirinya terus berkoordinasi dengan aparat hukum untuk menyelesaikan persoalan ini karena ini merupakan hal yang sangat khusus, sehingga memerlukan perhatian serius dari pemerintah seakan terbawa angin begitu saja, karena semenjak persoalan mengenai “pemalakan” THR ini muncul di berita dan media sosial, belum ada kebijakan atau tindakan serius yang menyoroti persoalan ini, jika tidak ditangani dengan cepat, mengingat Hari Raya Idul fitri yang tinggal menghitung hari, maka peluang Ormas untuk menyebar luaskan surat permintaan dana THR ini akan lebih besar dan mudah.
Biarpun Polda Metro Jaya sudah menghimbau masyarakat untuk melapor jika ada Ormas yang memaksa meminta THR, dan tidak akan memberi toleransi jika ada Ormas yang masih nekat, jika ada anggota Ormas yang masih terikat “kekeluargaan” atau kerabat dekat dengan salah satu oknum polisi tersebut, maka persoalan ini akan sangat mudah dipadamkan. Jika dilihat dari segi hukum dan bisnis, praktik meminta THR dari Ormas engan cara memaksa atau mengancam ini tidak dapat dibenarkan. THR berhak diberikan kepada mereka yang telah bekerja dengan memenuhi syarat, bukan kepada mereka yang hanya ingin kepentingan pribadi atau kelompoknya terpenuhi dengan cara memanfaatkan momentum tertentu. Maka dari itu, jika Ormas ini ingin mendapatkan THR, maka nereka harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dan sudah pasti dengan bekerja dengan pihak terkait.
Fenomena seperti ini di Indonesia sudah semakin menjadi hal yang lumrah jika tidak ada kepastian hukum yang jelas. Harusnya kita sebagai masyarakat madani memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Dalam pandangan Cak Nur, masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadaban, meniru sikap Nabi Muhammad.
Manusia hidup dalam masyarakat, dan hubungan antara individu dan masyarakat telah menjadi perdebatan. Ada dua pendapat: apakah individu adalah inti pembentuk masyarakat atau tergantung pada masyarakat. Hubungan ini harus disikapi secara bijak. Seharusnya ada penghormatan antar individu tanpa melihat perbedaan, dan yang lebih maju harus membantu yang kurang, bukan memanfaatkan mereka, begitupun sebaliknya.
*Penulis adalah Quddus Tahqiq, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.